Têrus dumugi sagantên Anakan, lajêng numpak baita kolèk dhatêng Karangbolong, têrus dhatêng ujung Alang, rêdi Ciwiring. Saking katêbihan katingal pulo Bandhung, panggenanipun sêkar Wijayakusuma ingkang kajagi pêksi Bayan. Janggan Naraddhi nyariyosakên nalika Prabu Krêsna nglabuh sêkar Wijayakusuma sarta wadhahipun ingkang dados pulo Bandhung wau.
Makna pernyataan Presiden Joko Widodo tentang "jenggung" yang disampaikan pada "Penyerahan Sertifikat Tanah untuk Rakyat" di Lapangan Olah Raga Drh. Soepardi, Magelang, 18 September 2017.
Kutipan pernyataan: Artine napa dingetenke niku?
(Artinya apa dibegitukan?) Jenggung, ... jenggung Jenggung mawon nggih ta ...
(Jenggung saja ya 'kan ...)
"Jenggung" adalah memukul dengan kepalan tangan. Sumber: Sri Nardiati dkk, Kamus Bahasa Jawa - Bahasa Indonesia I. Jakarta, Depdikbud, 1993: 343.
Dalam konteks ini, jenggung dimaksudkan sebagai teguran oleh Presiden Joko Widodo.
"Jenggung" is one of the reflection from Java, Indonesia. There are various kind of reflection, such as "pijet," "urut," etc. Jenggung is massage by fistful: For feet, hands, back, and shoulder. By the way, jenggung is integrative healing for stress and anxiety reduction.
Jenggung Refleksi is a home for relaxation and therapy. Open daily 09:00 a.m - 17:00 p.m & 19:00 - 21 p.m. For more information, contact by email jenggungrefleksi@gmail.com.
"Jenggung" adalah kosakata Jawa yang bermakna memukul dengan kepalan, yang lazim dilakukan orangtua kepada anak sebagai teguran kasih sayang.
Dengan metode terstruktur, jenggung merupakan teknik refleksi untuk relaksasi dan terapi, baik untuk anak, wanita, dan pria. Bagian tubuh yang di-jenggung meliputi kaki, tangan, tubuh belakang, dan pundak selama 35 menit dengan mengelola efek getaran terhadap simpul syaraf, peredaran darah, dan jaringan.
Di Jenggung Refleksi, keakraban dan menyehat tersaji demikian bersahaja dan somah. Pun, "ening" (hening) untuk kembali menyeimbang. Sugeng Rawuh.
Suran itu tuturan Jawa yang merujuk nama salah satu bulan dalam penanggalan Jawa: "Sura". Bulan Sura atau Muharram berdasar pada satuan rembulan (lunar Calendar) yang berbeda dengan penanggalan Gregorian (Solar Calendar): Meskipun keduanya sama-sama merujuk pada benda langit. Penanggalan yang tidak merujuk pada benda langit, misalnya adalah kalender Pawukon dan Wewaran di Bali.
Penanggalan Jawa dimulai pada 8 Juli 1633 berdasarkan keputusan Eyang Sultan Agung Hanyakrakusuma sebagai salah satu jawaban terhadap konsekuensi pemberlakuan Inter Gravissimas pada 24 Februari 1582 di mana Belanda dan negara-negara Eropa menggunakan penanggalan Masehi untuk kepentingan administrasi. Kasus terakhir adalah keputusan Pemerintah Arab Saudi yang meninggalkan satuan rembulan menjadi penanggalan berdasar satuan Matahari sejak 2 Oktober 2016.